Minggu, 30 Agustus 2020

Belajar Bersuara dalam Demokrasi Digital Kelas


Kebebasan bersuara dalam memilih pemimpin merupakan salah satu karakter positif yang harus ditanamkan sejak dini, yaitu karakter mampu mengambil keputusan bagi diri sendiri. Hal ini umumnya sudah mulai dilatih sejak kecil dalam ruang-ruang kelas sekolah.

Biasanya, warga kelas akan memilih beberapa orang siswa sebagai calon pengurus kelas. Kemudian seluruh siswa sekelas dapat menyalurkan suara melalui gulungan kertas kecil. Hasil pemilihan kemudian dilihat dan dihitung bersama.

Tentunya semua agenda rutin yang mengawali tahun ajaran baru tersebut berlangsung secara tatap muka fisik. Namun tahun ajaran baru saat ini sangat berbeda dibanding sebelumnya. Akibat pandemi global, seluruh kegiatan belajar pun beralih menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).



Termasuk kegiatan pemilihan ketua kelas di awal tahun ajaran kali ini pun berlangsung virtual. Dengan memanfaatkan media teknologi melalui beragam aplikasi. Salah satu yang termudah adalah dengan menggunakan google form

Wali kelas dapat membuat tautan polling digital. Setiap siswa hanya membutuhkan waktu tak sampai satu menit untuk memilih calon ketua kelas yang disukainya. Hasilnya pun dapat langsung terlihat dalam hitungan detik setelah seluruh siswa menggunakan hak pilihnya.

Namun pemilihan ketua kelas secara digital ini ternyata juga memunculkan tantangan lain. Banyak siswa yang belum saling mengenal, bahkan belum pernah bertatap muka dengan teman sekelas. Terutama bagi siswa baru di tingkat kelas termuda di sekolah. Hal ini menjadi tantangan tersendiri.

Para siswa belum memahami karakter teman-teman sekelasnya. Padahal biasanya, berbagai karakter yang tampak akan menjadi salah satu acuan untuk mencalonkan teman sekelas menjadi pengurus kelas. Sebagai wali kelas 7, saya berupaya menyiasati kendala ini dengan satu cara.

Saya berupaya memancing inisiatif siswa untuk mengajukan diri sendiri. Siapa pun yang merasa siap dan sanggup menjadi pengurus kelas, bisa mengajukan diri menjadi calon pengurus kelas. Dan tidak boleh seorang pun yang mengajukan nama temannya.



Mengingat bersikap percaya diri dan berani untuk mengajukan diri seperti ini belum menjadi budaya yang lumrah terjadi di masyarakat kita, maka saya sangat mengapresiasi tiga orang siswa yang berani maju dan siap menjadi pengurus kelas.

Setelah muncul nama-nama calon pengurus kelas, kemudian diberi kesempatan untuk berkampanye mempromosikan dirinya. Menyampaikan segala aspirasinya, agar teman-teman sekelas dapat lebih mengenal karakter para kandidat calon ketua kelas. Tentu saja segala bentuk kampanye ini berlangsung secara virtual. Melalui  teks terketik yang disebarkan melalui grup kelas di aplikasi percakapan.

Sesudah kampanye virtual berlangsung, saya segera membuat dan memberikan tautan untuk memilih salah satu kandidat. Dan segera mengumumkan hasilnya tak lama setelah seluruh siswa di kelas menggunakan hak pilihnya.

Azas langsung, umum, bebas dan rahasia amat sangat terpenuhi dalam kegiatan pemilihan ketua kelas digital ini. Lebih minim peluang seorang siswa untuk mempengaruhi pilihan siswa yang lain. Sebab tiap warga kelas berada di rumah masing-masing. 

Dalam demokrasi digital ini, para siswa juga tak hanya berlatih menggunakan hak pilih mereka dan belajar mengambil keputusan sendiri. Momen ini juga melatih keberanian siswa untuk mampu tampil percaya diri mengajukan diri sendiri menjadi calon pengurus kelas tanpa rasa malu-malu kucing. Orasi kampanye virtual juga melatih kemampuan komunikasi verbal mereka



Ternyata banyak sikap dan karakter positif yang dapat dikembangkan pada siswa melalui pemilihan ketua kelas digital sederhana ini. Dengan durasi hanya sekian menit, kegiatan ini memberi manfaat yang cukup bermakna.


Load disqus comments

1 komentar:

Designed By Risa Hananti. Diberdayakan oleh Blogger.