Kemarin, saya mengikuti forum diskusi daring bersama Pusat Pengembangan Karakter Kemendikbud. Forum ini bermuatan sosialisasi terhadap pembinaan karakter pelajar yang ingin dicapai oleh Kemendikbud. Ada enam kriteria Pelajar Pancasila yang diinginkan Kemendikbud, yaitu;
- Beriman bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia
- Mandiri
- Bernalar kritis
- Kebhinekaan global
- Bergotong royong
- Kreatif.
Sebagai seorang ibu sekaligus guru di sekolah formal, tentu saja saya pun menginginkan semua anak dan murid-murid saya tumbuh menjadi pribadi dewasa dengan memiliki karakter Pancasila tersebut. Sebelum membina para siswa di sekolah, tentu saja saya berkewajiban untuk mebina terlebih dulu anak kandung di rumah. Ternyata sudah terbentuk budaya dalam keluarga saya yang mendukung penanaman karakter Pelajar Pancasila.
Shalat Berjamaah
Sebagai keluarga muslim, maka
ritual shalat wajib lima kali dalam sehari adalah bagian dari rutinitas kami. Ada
tiga waktu shalat dimana kami menyempatkan untuk melakukan dengan berjamaah,
yaitu di waktu subuh, magrib dan isya. Setelah magrib menunggu isya pun
biasanya kami manfaatkan untuk membaca Qur’an bersama. Jam tersebut juga
menjadi masa tanpa gawai di rumah. sehingga menjadi waktu berkualitas bagi kami
untuk membangun kelekatan keluarga.
Peraturan Berorientasi Surga
Banyak aturan dalam rumah kami
yang berlandaskan sisi agamis. Salah satunya adalah kesepakatan untuk
membersihkan kamar mandi bersama. Landasan dasar dari aturan ini adalah bahwa
menurut hadist, kebersihan itu bagian dari iman. Kami sepakat bahwa setiap kali
masuk kamar mandi, seluruh warga rumah wajib menyikat lantai kamar mandi. Selain
untuk menjaga kebersihan dan keselamatan pemakai kamar mandi agar lantai tidak
licin berlumut, ada pula aspek ibadah berpahala dari aksi sederhana ini. Karena
itu, kemudian saya menempelkan aturan tersebut pada dinding kamar mandi, bertuliskan:
CALON AHLI SURGA SELALU SIKAT LANTAI KAMAR MANDI SELAMA 1 MENIT SEBELUM
KELUAR.
Musyawarah Keluarga
Semua peraturan di rumah kami selalu berdasarkan kesepakatan bersama melalui forum musyawarah keluarga yang rutin dilakukan. Semua anggota keluarga bebas mengungkapkan keluhan, juga bebas memberi pendapat atau ide saat musyawarah berlangsung. Dalam forum ini, kami bergotong royong di ranah kognisi untuk memecahkan bersama semua masalah yang dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Musyawarah ini juga sangat membantu untuk melatih kreativitas berpikir dan nalar kritis anak. Juga membiasakan anak untuk menerima berbagai kebhinekaan pendapat dan perasaan yang bisa jadi berbeda-beda untuk satu topik bahasan yang sama.
Calon Pemimpin
Dalam tiap ajang musyawarah
keluarga, seluruh anggota keluarga hingga anak terkecil akan bergantian menjadi
pimpinan musyawarah. Tiap anggota keluarga akan berlatih untuk memimpin dan
dipimpin oleh yang lain. Juga belajar menempatkan diri sesuai porsi, misalnya saja
bagaimana harus menurunkan ego saat musyawarah ternyata dipimpin oleh si adik
bungsu yang secara usia jauh lebih muda.
Tim Keluarga
Sebagai Ibu Rumah Tangga tanpa asisten di
rumah, maka membentuk anak-anak menjadi bagian dari Tim Kerja Keluarga adalah
pilihan terbaik yang bisa saya lakukan. Semua pekerjaan domestik rumah tangga
dikerjakan bersama tanpa membedakan gender anak laki atau perempuan. Setiap anak
memiliki jadwal menyapu, mengepel rumah, juga jadwal untuk mencuci baju mereka
sendiri. Selain untuk membentuk kemandirian, budaya gotong royong pun makin
terasah. Bahkan menentukan menu masak pun kami lakukan bergiliran.
0 komentar