Minggu, 05 Mei 2019

MENYIAPKAN MENTAL ANANDA MEMASUKI PENDIDIKAN FORMAL


Memulai kehidupan sekolah formal level Taman Kanak-kanak bisa menjadi pengalaman tak terlupakan bagi ananda. Akan ada banyak perubahan signifikan pada rutinitas sehari-hari. Jika sebelumnya tak ada belenggu aturan waktu yang mengatur aktivitasnya, maka setelah bersekolah ananda akan mulai berlatih disiplin waktu.

Tentu saja bukan hanya perkara disiplin waktu yang menjadi tantangan bagi anak yang baru memulai kehidupan sekolah TK. Ada banyak perubahan yang menuntut adaptasi akan9 terjadi dalam hidupnya. Karena itu, menurut saya sangat penting untuk mempersiapkan mental anak sebelum ia melangkahkan kaki memasuki gerbang sekolah.

Kesiapan mental anak dapat diasah melalui pembekalan keterampilan hidup. 
Ada beberapa keterampilan hidup dasar yang "wajib" anak-anak saya miliki sebelum kami menuruti permohonan mereka untuk mendaftar sekolah. Yaitu:


1. Harus sudah bisa memakai baju sendiri tanpa bantuan orang dewasa. πŸ‘”πŸ‘”πŸ‘”

2. Harus sudah mampu memakai sepatu bertali sendiri. πŸ‘ŸπŸ‘ŸπŸ‘Ÿ

3. Harus sudah bisa mandi sendiri. πŸ›€πŸ›€πŸ›€

4. Harus sudah lulus toilet training menyeluruh, termasuk mampu bersuci diri sendiri dari najis besar dan kecil. Alias sudah bisa bebersih b.a.k dan b.a.b sendiri. 🚽🚽🚽

Kenapa sih anak-anak saya harus menguasai keempat keterampilan dasar fisik tersebut sebelum mendaftar sekolah?
πŸ€”πŸ€”πŸ€”πŸ€”πŸ€”πŸ€”πŸ€”πŸ€”

Kenapa harus sudah bisa memakai kemeja sendiri, memakai sepatu bertali sendiri, bisa mandi dan bersuci dari b.a.k dan b.a.b sendiri?
Ternyata 4 poin tersebut memberikan manfaat yang lebih dari sekedar kemandirian fisik semata.
❣❣❣❣❣❣❣❣

Bagi para emak kelahiran era 80an seperti saya, biasanya masa kecil kita sempat diwarnai kompetisi liga bola bekel saat jam istirahat sekolah kan ya 😬😬

Masih ingat kah rasa yang merasuk di kalbu saat kali pertama memantulkan bola bekel lalu gagal menangkapnya kembali?
Kemudian berkali-kali berusaha dan mencoba menangkap bola bekel yang memantul di atas lantai atau meja sekolah, dan berulangkali juga gagal. Kegagalan tersebut pun biasanya berlanjut saat pendalaman materi menangkap bola bekel di rumah.

Bagaimana rasanya? Marah? Kesal? Geregetan? Bete? Gemas?
Seringkali terucap susunan kata yang tak jelas, "iiiiiiiiiiih ih ih iiiih.. Gimana siiih nih bola? Lari mulu.. Susah banget ditangkap.... Hiiiih.. Iih!!!"
Bete bertambah saat melihat kawan lain yang sudah expert dan lihai melempar serta menangkap bola bekel, seolah itu pekerjaan yang sangat mudah.

Rasanya ingin buang itu bola bekel...
Tapi penasaran yes πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†
Dan bukannya menyerah, tapi terus diulang dan diulang lagi. Yang punya pengalaman masa merah putih serupa dengan saya silahkan ngacung di komen hahaha.




Itu juga yang terjadi saat anak-anak saya pertama kali belajar mengancingkan kemeja dan mengikat tali sepatu sendiri. Awalnya geregetan, bete, kesal dkk. Tapi penasaran dan terus mencoba. Dan saat akhirnya berhasil menguasai... Ada kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri. Kepuasan batin.

Tanpa disadari, belajar mengancingkan kemeja dan mengikat tali sepatu (termasuk latihan main bekel) bisa menjadi cara sederhana untuk melatih daya juang, kontrol emosi dan kesabaran.

Saat gagal dan gagal lagi, daya juangnya teruji.
Saat marah, kesal, bete pada diri sendiri tanpa bisa menyalahkan siapa pun, cara apakah yang akan digunakan untuk melampiaskan rasa di hati. 

Apakah berteriak? 
Menghentakkan kaki ke lantai? 
Atau diam ngambek dan melemparkan kemeja atau sepatunya?

Tapi dengan kesadaran utuh bahwa dirinya harus bisa menguasai keterampilan tersebut, di sini kesabarannya melalui proses jadi terasah.
Bahwa hal yang terlihat sangat sepele dan mudah saat orang lain yang melakukan ternyata tidak instan. Butuh alokasi waktu, tenaga, konsentrasi untuk bisa menguasainya.

Lebih dari itu. Kebanggaan yang muncul setelah dapat menguasai keterampilan dasar tersebut ternyata dapat menyuntikkan modal tak sedikit untuk membangkitkan rasa percaya diri.
Terlepas dari faktor pembawaan alami seorang anak, ternyata rasa percaya diri juga bisa didongkrak dengan melatih kemandirian.

Karena...
Rupanya itu menjadi salah satu alasan kenapa seorang anak 'susah dan tidak mau' ditinggal oleh sang mama di sekolah. Merengek dan menangis memohon mama tetap berada di sekolah (bahkan kalau perlu di dalam kelas) sejak bel masuk hingga bel kepulangan berbunyi.



Salah satunya adalah karena kekhawatiran:
"Nanti kalau aku mau pipis bagaimana kalau tak ada mama?"
"Nanti aku pakai sepatunya bagaimana kalau tak ada mama?"
(saat ini banyak ya sekolah yang mengharuskan siswa lepas sepatu saat berlangsung kegiatan belajar mengajar di dalam kelas)

Jadi ketika seorang anak sudah bisa memakai sepatu sendiri, sudah menguasai toilet training dan bab bersuci sendiri, insyaallah cukup membantu untuk menghilangkan beberapa kekhawatiran dalam benaknya. Karena dia tahu bahwa tak perlu dibantu dan merepotkan siapa pun (termasuk guru kelas) untuk melakukan semua itu.
 πŸ†πŸ†πŸ†πŸ†πŸ†πŸ†πŸ†πŸ†πŸ†

Pada hari tahun baru 2018 yang lalu anak bungsu saya, Rihal (8th) terjatuh dari dahan pohon cherry dan sukses mendapat rejeki 10 jahitan di kening plus tangan kanan yang sedikit retak sehingga disarankan untuk tidak digunakan beraktivitas minimal selama 2 minggu πŸ’†πŸ»‍♀πŸ’†πŸ»‍♀πŸ’†πŸ»‍♀
#emakbutuhtotokwajah

Jadilah selama 2 minggu saya membantu Rihal melakukan beberapa kegiatan, termasuk MANDI. Padahal beberapa bulan sebelum daftar TK Rihal sudah terbiasa mandi sendiri sejak usia 5 tahun.

Yang menarik, saat prosesi mandi berlangsung, Rihal mengizinkan saya menyabuni seluruh bagian tubuhnya KECUALI area paling pribadi bagian selangkangan depan dan belakang tubuhnya. Di area sensitif itu, Rihal tidak mengizinkan saya menyabuni dan bersikeras menyabuni sendiri sekuat tenaga dengan tangan kiri semampunya.

Saat itu saya baru 'ngeh' dan sedikit 'flashback' ke belakang. Rihal dan keempat kakaknya selama ini cukup waspada dengan sentuhan yang nyaman dan kurang nyaman. Walau hanya disentuh di tangan oleh orang yang menurut mereka tidak seharusnya menyentuh, maka alarm waspadanya segera menyala. Dan biasanya segera melaporkan ke saya.


Mungkin...
Menjadi PENGUASA TUNGGAL atas tubuhnya sendiri sejak dini membuat 'alarm button' mereka menjadi sangat peka terhadap sentuhan orang lain. Dan ini tampaknya bisa menjadi cara sederhana menanamkan modal dasar untuk menumbuhkan FITRAH SEKSUALITAS anak. Pondasi penting untuk pencegahan dan antisipasi terhadap kejahatan seksual.

Logikanya, jika pada saya, yang adalah ibu kandungnya sendiri pun dia tak mengizinkan disentuh (selama dia masih bisa melakukannya tanpa bantuan orang lain), maka dapat dibayangkan bagaimana reaksinya pada sentuhan orang lain πŸ’‍♀πŸ’‍♀πŸ’‍♀

Padahal untuk sentuhan di area lain, Rihal termasuk anak yang menyukai pelukan dan sentuhan sayang dari orang-orang yang 'aman'untuk menyentuhnya. Dalam sehari bisa berkali-kali memeluk anggota keluarga inti, bahkan favoritnya adalah menyentuh memencet gemas jempol kaki saya 😢😢😢

Momen itu juga membuat saya jadi memahami satu hal. Dari 4 orang anak lelaki saya, 3 di antaranya sudah menjalankan ibadah wajib khitan. Dan sejujurnya, bagaimana wujud bentuk tubuh anak-anak saya setelah dikhitan, saya tidak pernah tahu. Karena mereka tidak mengizinkan saya melihat. Proses pemulihan pasca khitan pun semua mereka lakukan sendiri. Mulai dari mandi, membersihkan luka khitan, mengganti perban dan sebagainya... Semua dilakukan sendiri dan dengan tegas menolak dibantu siapapun.

Simple act..
Yang ternyata cukup banyak memberi manfaat (menurut saya siiiih).
😝😝😝😝😝

Segala persiapan menuju sekolah formal tersebut tentu saja membutuhkan alokasi waktu, tenaga dan pikiran orangtua yang tak sedikit. 
Lalu bagaimana jadinya apabila anda ternyata ditakdirkan menjadi orangtua yang cukup disibukkan dengan banyak peran lain yang juga penting dan bermanfaat bagi banyak orang di luar rumah?




Untuk itulah Apple Tree Pre-School BSD hadir sebagai solusi bagi para orangtua padat peran. Sebagai wadah pendidikan anak usia dini, Apple Tree Pre-School didirikan pada tahun 2000 dengan visi menjadi sekolah usia dini yang 
mendorong kepercayaan diri dan kemandirian setiap siswa. Yang mana menjadi bekal sangat penting bagi ananda untuk menapaki kehidupan sekolah di jenjang selanjutnya yang lebih serius dan menuntut komitmen.

Dengan suasana lingkungan belajar yang positif dan dukungan dari orangtua murid dan guru-guru yang berdedikasi, Apple Tree Pre-School BSD bertujuan untuk membentuk dasar yang solid untuk perkembangan fisik, intelektual, sosial, dan emosional anak. 

Apple Tree Pre-School BSD menggunakan Adopted Singapore Curriculum dalam 
pembelajarannya. Dengan demikian, penggunaan Bahasa Inggris dan Mandarin 
telah digunakan sejak jenjang pendidikan awal sekolah. Sebagai sekolah informal yang berkomitmen dan berfokus pada pelajar
muda, tak diragukan lagi bahwa Apple Tree Pre-School BSD akan dapat membuat perubahan positif dalam kehidupan ananda sebagai bekal menuju level pendidikan yang lebih tinggi.

#appletreebsd

Load disqus comments

6 komentar

Designed By Risa Hananti. Diberdayakan oleh Blogger.