Sabtu, 04 Agustus 2018

KAPAN AKU SEKOLAH?

Salah satu pertanyaan sejuta emak, yang bahkan seringkali menjadi sumber konflik bagi pasangan suami istri adalah: "Kapan waktu yang tepat untuk mendaftarkan anak ke sekolah?"

Atau  "Idealnya usia berapa harus mendaftarkan ananda masuk sekolah?"


Banyak opini berbagai pakar mengenai hal ini. Tolak ukur penilaiannya pun beragam, berdasarkan jumlah angka usia, atas dasar kesiapan secara psikologis, kematangan akademik. Ada pula pertimbangan akan kebutuhan anak untuk berteman atau bersosialisasi. Hingga kondisi khusus yang mengharuskan seorang anak memulai rutinitas bersekolah untuk tujuan tertentu, misalnya karena alasan medis atau tumbuh kembang anak dengan kondisi spesial. Setiap keluarga bisa memiliki prinsip yang berbeda, tergantung situasi dan kondisi masing-masing keluarga.


Lalu bagaimana kebijakan memulai sekolah di keluarga kami? 🀷‍♀🀷‍♀🀷‍♀

Saat anak pertama minta bersekolah di usia 3 tahun, saya sebagai ibu merasakan euforia kebahagiaan. Excited gak sabar lihat anak pakai seragam sekolah hehe... Langsung si sulung daftar sekolah di usia 3,5 tahun.

Lalu apa yang terjadi pemirsah? Dua bulan sekolah, si ucok sudah bosan dan ngadat dan tak lagi masuk sekolah hingga akhir semester dua.. Akhirnya di tahun berikutnya kami mengulangi mendaftar sekolah di tempat yang sama. Bayar semua biaya lagi hanya dipotong uang seragam. πŸ™ŠπŸ™Š


Anak kedua mendaftar sekolah di usia 4 tahun karena pertimbangan agar bisa menjadi stimulasi untuk 'speech delay'-nya.


Naaah... Sejak anak ketiga dan seterusnya, ada beberapa kebijakan yang berlaku terkait pendaftaran sekolah TK ini.
πŸ’‘πŸ’‘πŸ’‘πŸ’‘πŸ’‘πŸ’‘πŸ’‘

Ada beberapa keterampilan hidup dasar yang "wajib" anak-anak saya miliki sebelum kami menuruti permohonan mereka untuk mendaftar sekolah. Yaitu:


1. Harus sudah bisa memakai baju sendiri tanla bantuan orang dewasa. πŸ‘”πŸ‘”πŸ‘”

2. Harus sudah mampu memakai sepatu bertali sendiri. πŸ‘ŸπŸ‘ŸπŸ‘Ÿ

3. Harus sudah bisa mandi sendiri. πŸ›€πŸ›€πŸ›€

4. Harus sudah lulus toilet training menyeluruh, termasuk mampu bersuci diri sendiro dari najis besar dan kecil. Alias sudah bisa bebersih b.a.k dan b.a.b sendiri. 🚽🚽🚽


Kalau salah satu dari 4 poin itu belum dikuasai, maka daftar sekolah akan ditunda sampai mereka mampu. Plus juga sudah diberi pemahaman, bahwa sejak hari pertama mereka berstatus siswa TK, maka saat itu juga mereka punya kewajiban untuk mencuci sendiri piring gelas dan peralatan makan yang mereka pakai. 🍽🍽🍽


Lalu kapan saya mulai mengajarkan semua keterampilan itu pada anak-anak saya? Sejak anak usia berapa?


Begini loh...

Saya tidak pernah mematok kapan usia yang tepat bagi anak untuk masuk sekolah. Tolak ukur yang saya pakai untuk mengetahui anak siap sekolah ya cuma 4 poin keterampilan dasar itu saja. Jika mereka sudah menguasai, bagi saya mereka siap terjun ke masyarakat sekolah taman kanak-kanak.


Kalau mereka menguasai semua itu di usia 5 tahun, ya hayuk kita daftar TK saat usia 5 tahun.

Jika usia sudah 6 tahun tapi belum bisa,ya ndak apa-apa.. Ditunggu saja sampai bisa.


Dan saya mulai mengajari keempat keterampilan dasar tersebut pada anak-anak juga tanpa patokan umur. Saya MENUNGGU hingga mereka sendiri yang meminta, "Miy ajarin Azza pasang tali sepatu dong." atau hingga mereka bertanya,"Miy gimana caranya suciin kalau Nyun pipis?"


Terus terang...

Saya cukup terbantu dengan budaya lingkungan sekitar kami yang sudah mulai mendaftarkan anak ke sekolah sejak usia PAUD. Melihat teman dan sepupunya sudah bersekolah sejak dini, anak-anak saya memiliki sejenis kecemburuan positif, ingin juga pakai seragam sekolah hehe.


Maka saat mereka minta daftar sekolah, saya cuma komen, "Boleh. Tapi syaratnya harus sudah bisa pakai baju sendiri, sudah bisa pakai sepatu sendiri, sudah bisa mandi sendiri dan bisa bersuci najis sendiri. Kalau sudah bisa semua itu... Yuuuk mau daftar ke sekolah mana?"

Selanjutnya...
Saya tinggal menunggu hingga keinginan mereka untuk bersekolah MEMUNCAK,,,
Lalu mereka sendiri yang biasanya akan MEMUTUSKAN waktu terbaik untuk mulai belajar memakai dan mengancingkan kemeja sendiri..
Waktu terbaik untuk mulai belajar mengikat tali sepatu sendiri..
Waktu terbaik untuk mulai belajar mandi sendiri dengan baik dan benar..
Waktu terbaik untuk belajar mensucikan najis sendiri..

Why?
Kenapa sih anak-anak saya harus menguasai keempat keterampilan dasar fisik tersebut sebelum mendaftar sekolah?
πŸ€”πŸ€”πŸ€”πŸ€”πŸ€”πŸ€”πŸ€”πŸ€”

Kenapa harus sudah bisa memakai kemeja sendiri, memakai sepatu bertali sendiri, bisa mandi dan bersuci dari b.a.k dan b.a.b sendiri?
Ternyata 4 poin tersebut memberikan manfaat yang lebih dari sekedad kemandirian fisik semata.
❣❣❣❣❣❣❣❣

Bagi para emak kelahiran era 80an seperti saya, insyaallah masa kecil kita sempat diwarnai kompetisi liga bola bekel saat jam istirahat sekolah kan ya 😬😬

Masih ingat gak rasa yang merasuk di kalbu saat kali pertama memantulkan bola bekel lalu gagal menangkapnya kembali?
Kemudian berkali-kali berusaha dan mencoba menangkap bola bekel yang memantul di atas lantai atau meja sekolah, dan berulangkali juga gagal. Kegagalan tersebut pun biasanya berlanjut saat pendalaman materi menangkap bola bekel di rumah.

Cemana rasanya? Marah? Kesal? Geregetan? Bete? Gemas?
Seringkali terucap susunan kata yang gak jelas, "iiiiiiiiiiih ih ih iiiih.. Gimana siiih nih bola? Lari mulu.. Susah banget ditangkep.... Hiiiih.. Iih!!!"
Bete bertambah saat melihat kawan lain yang sudah expert dan lihai melempar dan menangkap bola bekel, seolah itu pekerjaan yang sangat mudah.

Rasanya kepingin buang tuh bekel...
Tapi penasaran yes πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†
Dan bukannya menyerah, tapi terus diulang dan diulang lagi. Yang punya pengalaman masa merah putih serupa dengan saya silahkan ngacung di komen wkwkwkwk.

Itu juga yang terjadi saat anak-anak saya pertama kali belajar mengancingkan kemeja dan mengikat tali sepatu sendiri. Awalnya geregetan, bete, kesal dkk. Tapi penasaran dan terus mencoba. Dan saat akhirnya berhasil menguasai... Ada kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri. Kepuasan batin.

Tanpa disadari, belajar mengancingkan kemeja dan mengikat tali sepatu (termasuk latihan main bekel) bisa menjadi cara sederhana untuk melatih daya juang, kontrol emosi dan kesabaran.

Saat gagal dan gagal lagi, daya juangnya teruji.
Saat marah, kesal, bete pada diri sendiri tanpa bisa menyalahkan siapa pun,, cara apakah yang akan digunakan untuk melampiaskan rasa di hati. Apakah berteriak? Menghentakkan kaki ke lantai? Atau diam ngambek dan melemparkan kemeja atau sepatunya?
Tapi dengan kesadaran utuh bahwa dirinya harus bisa menguasai keterampilan tersebut, di sini kesabarannya melalui proses jadi terasah.
Bahwa hal yang terlihat sangat sepele dan mudah saat orang lain yang melakukan ternyata tidak instan. Butuh alokasi waktu, tenaga, konsentrasi untum bisa menguasainya.

Lebih dari itu. Kebanggaan yang muncul setelah dapat menguasai keterampilan dasar tersebut ternyata dapat menyuntikkan modal tak sedikit untuk membangkitkan rasa percaya diri.
Terlepas dari faktor pembawaan alami seorang anak, ternyata rasa percaya diri juga bisa didongkrak dengan melatih kemandirian.

Karena...
Rupanya itu menjadi salah satu alasan kenapa seorang anak 'susah dan tidak mau' ditinggal oleh sang mama di sekolah. Merengek dan menangis memohon mama tetal berada di sekolah (bahkan kalau perlu di dalam kelas) sejak bel masuk hingga bel kepulangan berbunyi.
Salah satunya adalah karena kekhawatiran:
"Nanti kalau aku mau pipis gimana kalau gak ada mama?"
"Nanti aku pakai sepatunya gimana kalau gak ada mama?"
(sekarang kan banyak ya sekolah yang mengharuskan siswa lepas sepatu saat berlangsung kbm di dalam kelas)

Jadi ketika seorang anak sudah bisa memakai sepatu sendiri, sudah menguasai bab bersuci sendiri, insyaallah cukup membantu untuk menghilangkan beberapa kekhawatiran dalam benaknya. Karena dia tahu bahwa tak perlu dibantu dan merepotkan siapa pun (termasuk guru kelas) untuk melakukan semua itu.
 πŸ†πŸ†πŸ†πŸ†πŸ†πŸ†πŸ†πŸ†πŸ†

Pada hari tahun baru 2018 yang lalu, Rihal (8th) terjatuh dari dahan pohon cherry dan sukses mendapat rejeki 10 jahitan di kening plus tangan kanan yang sedikit retak sehingga disarankan untuk tidak digunakan beraktivitas minimal selama 2 minggu πŸ’†πŸ»‍♀πŸ’†πŸ»‍♀πŸ’†πŸ»‍♀
#emakbutuhtotokwajah

Jadilah selama 2 minggu saya membantu Rihal melakukan beberapa kegiatan, termasuk MANDI. Padahal beberapa bulan sebelum daftar TK rihal sudah terbiasa mandi sendiri sejak usia 5 tahun.

Yang menarik, saat prosesi mandi berlangsung, Rihal mengizinkan saya menyabuni seluruh bagian tubuhnya KECUALI area paling pribadi bagian selangkangan depan dan belakang tubuhnya. Di area sensitif itu, Rihal tidak mengizinkan saya menyabuni dan bersikeras menyabuni sendiri sekuat tenaga dengan tangan kiri semampunya.

Saat itu saya baru 'ngeh' dan sedikit 'flashback' ke belakang. Rihal dan keempat kakaknya selama ini cukup waspada dengan sentuhan yang nyaman dan kurang nyaman. Walau hanya disentuh di tangan oleh orang yang menurut mereka tidak seharusnya menyentuh, maka alarm waspadanya segera menyala. Dan biasanya segera melaporkan ke saya.

Mungkin...
Menjadi PENGUASA TUNGGAL atas tubuhnya sendiri sejak dini membuat 'alarm button' mereka menjadi sangat peka terhadap sentuhan orang lain. Dan ini tampaknya bisa menjadi cara sederhana menanamkan modal dasar untuk menumbuhkan FITRAH SEKSUALITAS anak. Pondasi penting untuk pencegahan dan antisipasi terhadap kejahatan seksual.

Logikanya, jika pada saya, yang adalah ibu kandungnya sendiri pun dia tak mengizinkan disentuh (selama dia masih bisa melakukannya tanpa bantuan orang lain), maka dapat dibayangkan bagaimana reaksinya pada sentuhan orang lain πŸ’‍♀πŸ’‍♀πŸ’‍♀

Padahal untuk sentuhan di area lain, Rihal termasuk anak yang menyukai pelukan dan sentuhan sayang dari orang-orang yang 'aman'untuk menyentuhnya. Dalam sehari bisa berkali-kali memeluk anggota keluarga inti, bahkan favoritnya adalah menyentuh memencet gemas jempol kaki saya 😢😢😢

Moment itu juga membuat saya jadi memahami satu hal. Dari 4 orang anak lelaki saya, 3 di antaranya sudah menjalankan ibadah wajib khitan. Dan sejujurnya, bagaimana wujud bentuk tubuh anak-anak saya setelah dikhitan, saya tidak pernah tahu. Karena mereka tidak mengizinkan saya melihat. Proses pemulihan pasca khitan pun semua mereka lakukan sendiri. Mulai dari mandi, membersihkan luka khitan, mengganti perban dan sebagainya... Semua dilakukan sendiri dan dengan tegas menolak dibantu siapapun.

Simple act..
Yang ternyata cukup banyak memberi manfaat (menurut saya siiiih).
😝😝😝😝😝

Mampu memakai pakaian sendiri
Bisa mengikat tali sepatu sendiri
Sudah terbiasa mandi sendiri
Lulus toilet training menyeluruh termasuk mampu bersuci dari b.a.k dan b.a.b sendiri

Yah semua kesimpulan manfaat di atas sebenarnya adalah alasan kenapa saya mewajibkan menguasai 4 poin keterampilan dasar fisik tersebut sebelum mendaftarkan anak ke sekolah. Alasan dari sudut pencitraan pastinya hohoho 🀭🀭🀭

Karena saya juga baru bisa menyimpulkan di kemudian hari selang bertahun-tahun setelah kebijakan tersebut diterapkan wkwkwk...

Alasan semula saat mulai menerapkan kebijakan tersebut adalah...

I need no more drama in the morning before school time yaaaa...

Dengan 5 orang anak, saya gak fakir tantangan hidup.
Jadiiiii...
Kalau ada potensi-potensi drama kehidupan yang bisa saya minimalisir... Ya why not...

Saya gak butuh tambahan stress dan PR di pagi hari hanya dalam rangka mempersiapkan anak berangkat sekolah.
Masih banyak hal lain yang butuh alokasi waktu, tenaga, pikiran dan konsentrasi saya dalam rutinitas sehari-hari.

Jadi saat akan mengantar sekolah, cukup lah saya menyiapkan sarapan, bekal sekolah, memakai baju yang pantas untuk mengantar ke sekolah dan siap nangkring cantik di atas kuda besi....
Menanti anak-anak selesai bersiap. Selesai sarapan, selesai mandi, selesai berpakaian, selesai memakai sepatu.. Dan naik ke boncengan sepeda motor di belakang saya. Lalu berangkat ke sekolah dengan damai ✌🏻✌🏻✌🏻✌🏻✌🏻✌🏻
Load disqus comments

0 komentar

Designed By Risa Hananti. Diberdayakan oleh Blogger.