Kereta api, telah
berabad lamanya menjadi sarana transportasi utama di seluruh dunia. Salah satu peran penting kereta api dalam kegiatan rekreasi adalah sebagai sarana penunjang kegiatan pariwisata. Tapi
bagaimana jika konsep destinasi wisata dan sarana transportasi ini melebur jadi
satu dalam wujud kereta api ? Dalam arti, kereta api bukan hanya sebagai sarana
penunjang kegiatan rekreasi, tetapi menjadi obyek wisata itu sendiri. Penasaran
? Temukan keseruannya dalam ulasan liburan edukatif kami berikut ini.
Medio Oktober 2014 yang lalu, kami sekeluarga, plus beberapa
orang anak dari sahabat-sahabat yang dititipkan pada kami, melakukan perjalanan wisata minimalis tanpa
destinasi wisata. Tujuan kami adalah Desa Sermo, Kulonprogo, Wates yang
terletak di lembah Bukit Menoreh. Secara harfiah, Desa Sermo bukanlah obyek
wisata untuk berlibur. Tapi karena kata berlibur dapat pula dimaknai sebagai akitivitas keluar
dari zona nyaman sehari-hari, maka perjalan ekonomis nan seru ini pun
menjadi salah satu liburan paling berkesan dan membuat ketagihan. Konsep
eduwisata ini adalah backpacker trip.
Sehingga setiap peserta hanya diizinkan membawa seluruh keperluan selama seminggu dalam
satu tas ransel, sebab mencuci baju sehari-hari akan menjadi agenda kegiatan
selama berada di Desa Sermo. Peserta perjalanan berusia 5 tahun pun membawa sendiri tas
ransel mungilnya.
Kami berangkat menuju Wates dari Stasiun Senen, Jakarta
menggunakan moda transportasi kereta api kelas ekonomi dengan harga tiket cukup
Rp 55.000 saja per orang. Rombongan kami berjumlah 13 orang, terdiri dari 3 orang
emak-emak dan 10 orang anak dengan usia berkisar 5-13 tahun. Bagi anak-anak
ini, perjalanan menggunakan kereta api ini adalah pengalaman baru, karena
sebelumnya lebih terbiasa menggunakan mobil atau pesawat.
Saat perjalanan berangkat menuju Wates tak banyak eksplorasi kereta api yang dilakukan karena kami memilih waktu keberangkatan di malam hari, agar dapat tiba pagi hari di Wates. Namun anak-anak tetap merasakan kenikmatan tidur ngampar beralas selimut berjubelan di lantai kereta api ekonomi yang sangat bersih dan cukup nyaman.
Saat perjalanan berangkat menuju Wates tak banyak eksplorasi kereta api yang dilakukan karena kami memilih waktu keberangkatan di malam hari, agar dapat tiba pagi hari di Wates. Namun anak-anak tetap merasakan kenikmatan tidur ngampar beralas selimut berjubelan di lantai kereta api ekonomi yang sangat bersih dan cukup nyaman.
Tiba di Wates pagi hari, dari Stasiun Wates kami mencarter angkutan pedesaan untuk
mengantarkan kami menuju Desa Sermo. Melalui rute jalan menanjak khas area
pegunungan, meliuk memasuki jalan setapak kecil yang nyaris luput dari
pandangan mata, kemudian medan jalan menukik tajam dengan ruas jalan makin menyempit menuju
perkampungan penduduk.
Terletak di lembah Bukit Menoreh membuat desa ini memiliki
kontur lahan naik turun khas perbukitan. Nyaris semua ruas jalan di desa ini berupa
turunan-tanjakan dengan kemiringan beragam, bahkan ada yang nyaris mencapai 80
derajat. Jalan setapak di desa ini maksimal selebar kurang lebih 2,5 meter, hanya cukup memuat satu badan mobil. Beberapa ruas sudah beraspal, namun mayoritas
hanya berupa jalan semen untuk menghindari longsor dan agar tidak terlalu licin
saat hujan turun.
![]() |
Medan jalan menuju mesjid dengan kemiringan nyaris 90 derajat |
Rumah-rumah di desa ini terletak menyebar tak beraturan
posisinya. Lahan perbukitan yang menurun membuat penduduk terpaksa membangun
rumah dengan lokasi sedapatnya lahan
datar yang cukup luas untuk membangun rumah.
Desa Sermo masih tergolong agak terpencil. Aliran listrik
baru masuk ke desa ini di awal tahun 2000-an. Untuk menuju sekolah dasar
terdekat, anak-anak warga asli desa ini harus menempuh perjalanan berjalan kaki
sejauh 10 kilometer. Jadi jangan membayangkan wujud losmen, hotel atau
penginapan di desa ini. Selama berada di Sermo, kami semua menginap di rumah
salah satu warga desa. Kendati setengah bagian rumah masih beralaskan tanah, saat
itu rumah Pak Agus adalah salah satu rumah terbagus di desa ini sebab sudah
terbangun dengan menggunakan dinding tembok bata, diaci semen dan dicat apik. Sementara
mayoritas rumah lain di Sermo masih berdinding kayu dan bilik bambu.
Dengan fasilitas akomodasi yang ada, kami tidur dimana saja
ada tempat lowong. Di saung musholla, di dalam kamar, atau di sofa ruang tamu.
Di luar dugaan, rombongan anak-anak ibukota dengan latar belakang keluarga menengah ke atas ini ternyata sangat menikmati petualangan ini. Tak ada seorang pun yang mengeluhkan fasilitas akomodasi ini kendati mereka terbiasa dengan kamar berpendingin dan empuknya spring bed.
Di luar dugaan, rombongan anak-anak ibukota dengan latar belakang keluarga menengah ke atas ini ternyata sangat menikmati petualangan ini. Tak ada seorang pun yang mengeluhkan fasilitas akomodasi ini kendati mereka terbiasa dengan kamar berpendingin dan empuknya spring bed.
Kontur lahan perkampungan yang naik turun membuat hampir
seluruh bagian desa ini menjadi area wisata tracking
yang menantang. Berjalan kaki menjelajah seluruh desa dijamin menjadi pengalaman bertualang yang mengasyikkan tidak hanya untuk anak-anak, tapi juga bagi orang
dewasa.
Saat lelah mendera, anak-anak bisa kembali ke rumah base camp kapan saja untuk menyantap
kudapan sehat. Jangan membayangkan aneka jajanan kemasan khas warung kaki lima
di perkotaan. Di desa ini nyaris tidak ditemui warung. Makanan cemilan yang
tersaji umumnya berupa rebusan singkong, jagung atau ubi ditemani teh manis
hangat. Selesai mengemil dan istirahat, anak-anak kembali berlarian menjelajah
perbukitan.
Siapa sangka rutinitas sehari-hari ternyata bisa menjadi
kegiatan rekreasi saat dilakukan di tempat yang tak biasa. Rangkaian acara
memasak diawali dengan rapat bersama untuk menentukan anggaran belanja dan menu
yang akan dimasak. Anak-anak dibagi menjadi dua kelompok kerja dan diberi
kebebasan untuk mengatur menu sendiri. Kedua kelompok kerja ini bergiliran
memasak untuk seluruh rombongan, termasuk juga memasak untuk induk semang
pemilik rumah.
Setelah menu disepakati, mereka menyusun daftar keperluan
yang harus dibeli, kemudian Pak Agus akan mengantarkan kami menuju pasar terdekat
untuk berbelanja kebutuhan pangan.
Jangan pula membayangkan pasar di desa ini berupa bangunan besar seperti pasar-pasar tradisional di Jakarta atau kota lain.
Jangan pula membayangkan pasar di desa ini berupa bangunan besar seperti pasar-pasar tradisional di Jakarta atau kota lain.
Pasar di Sermo hanya berupa pasar mingguan, jadi lokasi pasar di hari senin bisa saja berbeda dengan pasar hari selasa. Jumlah penjualnya pun tidak
sampai 10 orang. Pasar ini ibarat sekumpulan tukang sayur yang berkumpul di
satu titik di area perumahan. Kebanyakan dari mereka juga adalah para warga
dari kampung lain yang menjual hasil kebun atau ternak mereka.
![]() |
Mengambil telur dan menangkap ayam di kandang |
Tidak semua kebutuhan pangan harus dibeli di pasar, sebab
keluarga Pak Agus juga menanam beberapa jenis sayur untuk dikonsumsi sendiri. Atau
kita juga dapat membeli sayur dari kebun tetangga. Bila ingin menu telur atau ayam, bisa mengambil bahannya di kandang ayam hehe... Anak-anak ini belajar
memasak dengan dipandu bimbingan dari Bu Wulan (istri Pak Agus).
Tiap kelompok kerja juga mendapat giliran untuk mencuci baju
masing-masing serta menyapu dan mengepel seluruh rumah.
Hampir seluruh warga Sermo memiliki ternak di halaman rumah.
Mereka setidaknya memelihara sapi, kambing, ayam, dan beberapa jenis unggas
lain. Sapi dan kambing merupakan aset investasi bagi penduduk desa. Sementara ayam
dipelihara terutama untuk kebutuhan pangan sehari-hari. Baik untuk diambil
dagingnya atau pun dimanfaatkan telurnya. Ada pula beberapa warga yang
memelihara burung puyuh, burung wallet, burung merpati, ayam kalkun, bahkan
ular di halaman rumah.
Akibatnya, berjalan-jalan ke rumah para warga, menjelajah
dari pekarangan ke pekarangan untuk memberi pakan ternak merupakan keseruan
tersendiri. Sebab hampir seluruh rumah seolah memiliki kebun binatang mini di
halaman rumah masing-masing.
Desa Sermo bukanlah desa pertanian. Tak akan kita temui deretan sawah menguning dengan kerbau membajak atau hijau perkebunan sayur Mata pencaharian utama
warganya adalah sebagai tukang kayu, peternak, nelayan waduk Sermo atau pembuat
gula merah. Salah satu aktivitas utama warga di pagi dan sore adalah menderap
getah nira. Jika para lelaki menoreh pohon nira di pagi hari, maka di sore hari
mereka akan kembali memanjat pohon nira untuk mengumpulkan getah nira yang
tertampung sejak pagi di dalam kubung bambu. Kami pun ikut melakukan aktivitas
ini selama berada di desa Sermo.
Getah nira yang terkumpul dari beberapa pohon nira akan
disatukan, kemudian direbus hingga mengental dalam kuali besar. Perebusan dilakukan
dengan menggunakan bahan bakar kayu atau serbuk kayu. Selama proses merebus, getah
nira ini harus terus diaduk hingga mengental. Setelah mengental selanjutnya
dituangkan ke dalam batok-batok kelapa. Saat cairan getah nira mulai mengeras,
harus segera dikeluarkan dari cetakan batok untuk dijemur hingga kering. Karena
jika terlanjur mengeras di dalam batok kelapa, maka akan sulit untuk
mengeluarkannya dari cetakan.
Waduk Sermo yang berada tepat di tengah perkampungan desa
Sermo adalah waduk buatan yang dibangun pemerintah untuk kebutuhan irigasi. Semula,
waduk ini adalah perkampungan desa Sermo. Para warga desa kemudian dipindahkan
ke lahan-lahan di tepi waduk, lalu desa mereka digali menjadi waduk irigasi. Benih
beberapa jenis ikan sengaja disebarkan di waduk ini agar bisa menjadi sumber
pangan dan pendapatan bagi warga desa.
Rombongan kami pun sempat mengikuti kegiatan beberapa warga yang
berprofesi sebagai nelayan.
Di pagi atau siang hari, kami bersama para nelayan menebarkan jala berukuran raksasa untuk menjaring ikan. Di malam hari selepas sholat isya, kami kembali menuju danau berbekal jaket, senter dan beberapa ember. Prosesi menarik jala yang penuh terisi ikan yang terjaring ternyata membutuhkan trik dan perencanaan tertentu. Sungguh tak semudah yang terlihat.
Di pagi atau siang hari, kami bersama para nelayan menebarkan jala berukuran raksasa untuk menjaring ikan. Di malam hari selepas sholat isya, kami kembali menuju danau berbekal jaket, senter dan beberapa ember. Prosesi menarik jala yang penuh terisi ikan yang terjaring ternyata membutuhkan trik dan perencanaan tertentu. Sungguh tak semudah yang terlihat.
Tentu saja tak afdol jika berada di Sermo tanpa menikmati
kegiatan berperahu menyusuri Waduk Sermo. Beberapa warga desa ada yang
berprofesi sebagai pengemudi perahu wisata di Waduk Sermo. Untuk dapat
menikmati rekreasi ini para wisatawan dapat mengunjungi Waduk Sermo dan membeli
tiket di loket resmi. Pemerintah daerah setempat sebagai pengelola Waduk Sermo menyediakan beberapa kios warung makan dan area parkir yang cukup luas dan nyaman.
Namun karena kami dalam posisi menginap di Desa Sermo, maka
kami pun lepas jangkar dari dermaga kecil di tengah perkampungan yang dibangun
oleh para pemilik perahu wisata sebagai tempat perahu berlabuh di malam hari.
Kami sebagai warga metropolitan terbiasa dengan landskap gedung tinggi dan aspal beton Jakarta. Dimana jalanan
berdebu dan padatnya kendaraan menjadi pemandangan mata sehari-hari. Karena itu
jalan setapak dengan pepohonan besar
ibarat hutan di Sermo menjadi penyejuk tak terkira bagi jiwa raga kami. Termasuk
bagi anak-anak usia 5-13 tahun ini. Menyusuri seluruh jalanan kampung yang nyaris tanpa medan lahan mendatar dengan kendaraan mobil bak terbuka, dan kami semua duduk
berhimpitan di dalam bak mobil, dengan kontur jalan naik turun ternyata cukup memicu
adrenalin. Ibarat menikmati roller
coaster di alam liar terbuka.
Sehari sebelum kembali ke Jakarta, kami menyempatkan untuk
mengunjungi salah satu obyek wisata hits di Provinsi Jogjakarta: Goa Pindul dan
Sungai Oyo. Kedua obyek wisata ini terletak berdekatan dan menjadi satu paket
dalam menu wisata yang ditawarkan oleh pengelola setempat.
Kami sangat menikmati menyusuri gua bawah air yang eksotis. Berlanjut
dengan menyusuri Sungai Oyo menikmati tubing
rafting di arus sungai yang relative tenang.
Di hari kepulangan kembali ke Jakarta. Berangkat dari
Stasiun Wates yang damai. Suasana stasiun yang sepi, nyaman sangat tenang juga
menjadi tempat rekreasi bagi kami. Tak seperti semua stasiun di ibukota yang
sarat manusia, entah yang baik atau kurang baik, membuat stasiun di Jakarta
menjadi salah satu area publik yang layak diwaspadai. Alarm siaga dalam otak
akan otomatis aktif jika memasuki salah satu stasiun di Jakarta. Minimal mewaspadai
barang bawaan masing-masing agar tetap aman.
Ketenangan dan kesunyian Stasiun Wates membuat anak-anak
bebas berlarian sembari menunggu kereta. Kami sebagai pendamping dapat dengan
gembira mendampingi mereka bereksplorasi menjelajah seluruh sudut stasiun. Mengobrol dengan
para karyawan, menimba pengetahuan tentang stasiun dan kereta api dari Bapak
Kepala Stasiun yang budiman. Bahkan bisa melakukan beberapa game outbond sederhana.
Eksplorasi
dalam Kereta
Perjalanan kembali ke Jakarta sengaja kami pilih dilakukan pagi hari untuk beberapa alasan. Pertama, agar anak-anak dapat menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Seperti diketahui, jalur rel kereta seringkali tak sinkron dengan jalan raya yang dilalui oleh mobil. Bagi anak-anak yang baru pertama kali naik kereta (saat berangkat ke Wates kami menempuh perjalanan malam hari, sehingga tak ada pemandangan yang dapat dinikmati) bentangan alam di jalur rel kereta tentu akan menjadi pengalaman baru.
Kali ini kami terpaksa membeli tiket kelas bisnis, karena kehabisan tiket kelas ekonomi. Tapi efek positifnya, wawasan para bocah ini bertambah. Mereka dapat mengamati, merasakan dan menyebutkan perbedaan yang ada di kereta api kelas ekonomi dan kelas bisnis. Selain itu, jelajah kereta api pun menjadi kegiatan seru sepanjang perjalanan.
Saya membawa satu per satu anak menyusuri seluruh gerbong kereta api, mulai dari gerbong lokomotif hingga gerbong paling buncit. Dan yang tak terduga, semua anak terpukau saat berada dalam gerbong restorasi hehe...
Bagi mereka, mendadak kereta api menjadi sangat menakjubkan dan jauh lebih keren daripada pesawat yang lazim mereka tumpangi sejak bayi, "Waaaaaah keren banget ya di kereta api ada cafe-nya. Ternyata kereta api lebih canggih daripada pesawat..."
Pengalaman berlarian di dalam gerbong kereta api juga membuat mereka lebih mengidolakan moda transportasi ini dibandingkan mobil atau pesawat yang memaksa mereka stagnan di tempat duduk masing-masing.
Peternakan Kera
Gerbong kereta api dan tempat duduk yang relatif luas juga memungkinkan para bocah ini melakukan banyak permainan di tempat masing-masing. Seperti bermain monopoli dan catur. Para anak perempuan memilih berkenalan dengan beberapa penumpang perempuan lain. Dan tak terduga mereka asyik mengobrol dengan dua orang kakak yang ternyata berprofesi sebagai perawat hewan di peternakan kera.
Peternakan kera????
Yup, saya pun baru kali ini mendengar ada peternakan kera. Kedua kakak ini dalam perjalanan kembali menuju mess tempat tinggal di peternakan kera setelah menghabiskan libur di kota asalnya, Yogyakarta. Peternakan kera tersebut terletak di Kabupaten Bogor dan berisi ribuan kera. Para kera itu diternakkan ternyata untuk keperluan medis. Yaitu untuk pembuatan vaksin penyakit.
Jadi rupanya, salah satu bahan yang dibutuhkan dalam proses penelitian dan pembuatan vaksin penyakit adalah embrio kera. Para kera betina akan dibuahi oleh para jantan. Setelah janin yang tumbuh dalam rahim kera betina berusia sekian minggu, akan dilakukan aborsi untuk mengambil embrio janin tersebut yang kemudian akan digunakan dalam proses pembuatan vaksin. Nah, setelah bedah aborsi dilakukan, maka menjadi tugas para kakak cantik inilah untuk merawat kesembuhan kera-kera betina tersebut. Kisah yang cukup menyayat hati sebetulnya.
Dan pengetahuan menarik ini tidak kami dapatkan dalam sekat kotak ruang kelas, bukan pula dari ensiklopedia atau laman mesin pencari di internet. Ilmu yang jarang diketahui ini justru kami terima dalam deru laju gerbong kereta api.
Perjalanan Wates-Jakarta selama hampir 10 jam terasa singkat. Kami pulang membawa memori bermakna, jutaan pengalaman tak ternilai dan semangat baru nan membara.
Yang menarik, beberapa bulan kemudian, salah satu orangtua peserta edutrip Sermo ini menghubungi untuk meminta bantuan dibelikan tiket kereta ekonomi, sebab sang mama terbiasa menggunakan pesawat dan belum pernah naik kereta api. Setelah menikmati keseruan berkereta, ternyata anak-anaknya kini menjadi malas bepergian ke luar kota dengan pesawat. Memaksa dan memohon pada mama untuk naik kereta api kelas ekonomi saja dan membatalkan tiket pesawat yang sudah dibeli hahaha... 😂😂😂
Perjalanan kembali ke Jakarta sengaja kami pilih dilakukan pagi hari untuk beberapa alasan. Pertama, agar anak-anak dapat menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Seperti diketahui, jalur rel kereta seringkali tak sinkron dengan jalan raya yang dilalui oleh mobil. Bagi anak-anak yang baru pertama kali naik kereta (saat berangkat ke Wates kami menempuh perjalanan malam hari, sehingga tak ada pemandangan yang dapat dinikmati) bentangan alam di jalur rel kereta tentu akan menjadi pengalaman baru.
Kali ini kami terpaksa membeli tiket kelas bisnis, karena kehabisan tiket kelas ekonomi. Tapi efek positifnya, wawasan para bocah ini bertambah. Mereka dapat mengamati, merasakan dan menyebutkan perbedaan yang ada di kereta api kelas ekonomi dan kelas bisnis. Selain itu, jelajah kereta api pun menjadi kegiatan seru sepanjang perjalanan.
Saya membawa satu per satu anak menyusuri seluruh gerbong kereta api, mulai dari gerbong lokomotif hingga gerbong paling buncit. Dan yang tak terduga, semua anak terpukau saat berada dalam gerbong restorasi hehe...
Bagi mereka, mendadak kereta api menjadi sangat menakjubkan dan jauh lebih keren daripada pesawat yang lazim mereka tumpangi sejak bayi, "Waaaaaah keren banget ya di kereta api ada cafe-nya. Ternyata kereta api lebih canggih daripada pesawat..."
Pengalaman berlarian di dalam gerbong kereta api juga membuat mereka lebih mengidolakan moda transportasi ini dibandingkan mobil atau pesawat yang memaksa mereka stagnan di tempat duduk masing-masing.
Peternakan Kera
![]() |
Bersama kakak-kakak suster hewan |
Gerbong kereta api dan tempat duduk yang relatif luas juga memungkinkan para bocah ini melakukan banyak permainan di tempat masing-masing. Seperti bermain monopoli dan catur. Para anak perempuan memilih berkenalan dengan beberapa penumpang perempuan lain. Dan tak terduga mereka asyik mengobrol dengan dua orang kakak yang ternyata berprofesi sebagai perawat hewan di peternakan kera.
Peternakan kera????
Yup, saya pun baru kali ini mendengar ada peternakan kera. Kedua kakak ini dalam perjalanan kembali menuju mess tempat tinggal di peternakan kera setelah menghabiskan libur di kota asalnya, Yogyakarta. Peternakan kera tersebut terletak di Kabupaten Bogor dan berisi ribuan kera. Para kera itu diternakkan ternyata untuk keperluan medis. Yaitu untuk pembuatan vaksin penyakit.
Jadi rupanya, salah satu bahan yang dibutuhkan dalam proses penelitian dan pembuatan vaksin penyakit adalah embrio kera. Para kera betina akan dibuahi oleh para jantan. Setelah janin yang tumbuh dalam rahim kera betina berusia sekian minggu, akan dilakukan aborsi untuk mengambil embrio janin tersebut yang kemudian akan digunakan dalam proses pembuatan vaksin. Nah, setelah bedah aborsi dilakukan, maka menjadi tugas para kakak cantik inilah untuk merawat kesembuhan kera-kera betina tersebut. Kisah yang cukup menyayat hati sebetulnya.
Dan pengetahuan menarik ini tidak kami dapatkan dalam sekat kotak ruang kelas, bukan pula dari ensiklopedia atau laman mesin pencari di internet. Ilmu yang jarang diketahui ini justru kami terima dalam deru laju gerbong kereta api.
Perjalanan Wates-Jakarta selama hampir 10 jam terasa singkat. Kami pulang membawa memori bermakna, jutaan pengalaman tak ternilai dan semangat baru nan membara.
Yang menarik, beberapa bulan kemudian, salah satu orangtua peserta edutrip Sermo ini menghubungi untuk meminta bantuan dibelikan tiket kereta ekonomi, sebab sang mama terbiasa menggunakan pesawat dan belum pernah naik kereta api. Setelah menikmati keseruan berkereta, ternyata anak-anaknya kini menjadi malas bepergian ke luar kota dengan pesawat. Memaksa dan memohon pada mama untuk naik kereta api kelas ekonomi saja dan membatalkan tiket pesawat yang sudah dibeli hahaha... 😂😂😂
0 komentar