Selasa, 12 November 2019

Permenhub PM No. 12 Tahun 2019: Jaminan Ketenangan Ber-Ojek Online



Di masa emansipasi dan globalisasi ini, batas spesifik keterampilan kerja perempuan dan laki-laki memang semakin samar. Ragam jenis pekerjaan harian kaum perempuan pun kini nyaris tak berbeda dengan kaum pria.

Sebagai perempuan yang bercita-cita menjadi tangguh dan emak yang ingin terlihat perkasa, saya pun menjadi salah satu ibu milenial area pinggiran Jakarta dengan beragam peran. Baik peran domestik dalam rumah tangga, maupun pada ranah publik sebagai seorang professional. Menjaga kerapihan dan kebersihan rumah, memasak, mencuci sudah pasti menjadi bagian dari to do list saya sehari-hari. Termasuk mengantar dan menjemput anak ke sekolah, tempat mengaji, kegiatan pencak silat, dan lain sebagainya.

Di ranah publik, pekerjaan saya sebagai seorang guru Bimbingan Konseling (BK) juga terkadang menuntut kehadiran setiap hari ke sekolah tempat saya mengajar. Juga sesekali mengikuti beragam pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan kompetensi guru. Pun melakukan kunjungan  rumah bagi para siswa yang membutuhkan.

Bisa dibilang, mobiitas saya sehari-hari cukup tinggi. Tuntutan menjadi Kartini modern yang sanggup mengendarai kendaraan bermotor juga kian tinggi. Mengendarai kendaraan bermotor roda dua atau pun empat sesungguhnya tidak menjadi masalah untuk saya. Sebab sejak masa berstatus mahasiswa, saya sudah mengantongi SIM A dan SIM C.




Yang lebih sering menjadi masalah adalah minimnya kemampuan spasial ruang saya. Dan keterbatasan memori otak saya untuk memahami peta. Jadi walaupun saya mampu mengendarai kendaraan bermotor, namun seringkali buta arah dan membutuhkan navigator pemandu.

Loh kan ada gmaps atau waze!
Duh, saya pusing jika melihat peta ukuran kecil seperti itu. Karena jangkauan radius wilayah yang tampak di layar telepon genggam sangat mini sekali. Menyebabkan saya bingung, Ciledug itu posisinya di sebelah utara atau selatan dari arah Kelapa Gading, misalnya.

Padahal tak jarang saya harus mengunjungi banyak lokasi yang sebelumnya belum pernah saya datangi. Maklum, emak milenial pembelajar hobinya sok sibuk ikut seminar dan pelatihan agar bisa menjadi orangtua yang lebih baik. Karena itu, adanya bus transjakarta, KRL dan layanan ojek serta taksi online merupakan inovasi maha jenius bagi saya.

Ketiga moda transportasi kekinian tersebut selalu menjadi solusi penyelamat ramah dompet bagi saya yang buta arah dan secara keuangan belum sanggup menggaji supir pribadi. Cukup ketik alamat atau lokasi tujuan, menanti kendaraan datang, duduk manis bahkan bisa tidur, dan saat terbangun sudah tiba di tempat tujuan.

Bila jarak tempuh cukup jauh, sedangkan dana terbatas, maka menggunakan kolaborasi moda transportasi busway, KRL Jabodetabek dan ojek/taksi online adalah pilihan terbaik untuk menjadi solusi perjalanan dalam kota. Jujur saja, dengan ketiga sarana transportasi umum tersebut memberikan ketenangan lebih bagi saya dalam berbagai sisi.

Seperti dari segi keamanan berkendara, atau kepastian tarif sesuai jarak tempuh. Terkadang tawar-menawar harga dengan babang ojek pangkalan itu cukup menghabiskan waktu. Atau saat dahulu menggunakan moda transportasi taksi konvensional, saya yang tak hapal jalan ini sering dibuat ketar-ketir apakah sang supir akan mencari jalur rute terdekat atau justru akan membawa saya berputar-putar agar jarak tempuh lebih jauh dan argo berputar lebih lama sehingga tarif perjalanan menjadi lebih mahal.

Kemudahan mengakses dan menemukan supir yang akan mengantarkan ke tempat tujuan juga menjadi salah satu alasan kenapa saya menggemari transportasi berbasis aplikasi ini. Tak perlu repot berjalan kaki  kesana kemari untuk mendapatkan ojek, angkot atau taksi. Cukup duduk manis di rumah, dan kendaraan beserta supirnya akan datang menjemput untuk mengantarkan ke tempat tujuan.

Namun dibalik segala kemudahan yang diperolah dari fasilitas transportasi online ini, ternyata ada pula beberapa hal yang cukup mengganggu kenyamanan sebagai konsumen, pun bagi para pengemudi transportasi online, selain juga sempat menimbulkan beberapa permasalahan sosial baru. Antara lain adalah:


  1. .Perbedaan tarif saat hujan atau jam sibuk yang membuat konsumen terkecoh.
  2. .Beberapa pengemudi nakal yang perilakunya merugikan konsumen, seperti menyetir ugal-ugalan, atau melakukan sentuhan yang tak pantas.
  3. .Nomor polisi kendaraan yang terdaftar pada aplikasi, terkadang berbeda dengan jenis kendaraan dan nomor polisi pada kendaraan yang digunakan untuk menjemput penumpang.
  4. .Identitas pengemudi yang datang menjemput terkadang berbeda dengan yang tertera pada aplikasi online.
  5. .Bagi penumpang yang buta arah seperti saya, terkadang lokasi titik penjemputan juga menjadi masalah saat sedang berada di tempat yang asing atau baru kali itu dikunjungi.
  6. .Perselisihan dengan pengemudi ojek dan taksi konvensional, terutama terkait dengan area penjemputan penumpang di lokasi umum.
  7. .Banyaknya promo potongan harga sebagai efek persaingan tarif antar perusahaan aplikasi ojek online, yang berakibat merugikan pengemudi.

Tapi perhatian pemerintah terhadap segala persoalan tersebut ternyata tak sepela loh..
Dengan dikeluarkannya Permenhub PM No. 12 Tahun 2019 setidaknya cukup menjadi solusi bagi semua pihak yang terkait, termasuk bagi saya sebagai pengguna fanatik ojek online. 🤗

Per 2 September 2019 lalu pemerintah melalui Kementerian Perhubungan resmi turun tangan menentukan dan memberlakukan tarif baru bagi seluruh armada ojek online. 


Tarif baru Ojol.
Zona 1: Sumatra dan Jawa (minus Jabodetabek)
Zona 2: Jabodetabek
Zona 3: Area tengah dan timur Indonesia


  Dengan tarif baru ini, diharapkan dapat menjadi solusi dari poin 7 di atas. Perusahaan aplikasi ojol tidak lagi bersaing di level tarif harga konsumen, sehingga tidak menjadi kebutuhan mendesak untuk memberikan promo potongan harga tanpa batas manusiawi yang merugikan para pengemudi ojol. 

   Selain itu juga dapat menjadi jawaban bagi keresahan konsumen perihal tarif ojol di kala hari hujan dan saat jam sibuk. Seperti penjelasan Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi berikut (dikutip dari cnbc):



   Penetapan tarif ini membuat harga jasa antar ojek online menjadi rata dan stabil sepanjang hari selama 24 jam. Kondisi cuaca pun tak akan mempengaruhi tarif jasa yang dibebankan kepada pelanggan setia seperti saya. 
Maklum saja, perkara harga sudah pasti akan menjadi isu paling penting bagi kaum ibu milenial nan cerdas, hemat dan cermat mengelola keuangan keluarga.

 Kemudian untuk melindungi masyarakat pengguna ojek online (baik konsumem maupun pengemudi), pada Pasal 5 Permenhub No. 12 ini juga mengatur ketentuan umum tentang kesesuaian nomor polisi kendaraan, kesesuaian identitas pengemudi, juga kewajiban bagi perusahaan aplikasi ojek online untuk menyediakan nomor telepon layanan aduan atau keluhan.

Tak hanya itu, untuk melindungi pelanggan dan pengendara dari potensi kejahatan kriminal, Permenhub No. 12 juga mengharuskan pengelola aplikasi untuk menyediakan tombol darurat atau panic button yang dapat diakses baik oleh penumpang atau pun pengemudi.



Tuuuuh.. Perhatian sekali ya Kementerian Perhubungan terhadap kenyamanan transportasi masyarakat.

Selain beberapa hal tersebut, ada pula beberapa kendala khas emak-emak perihal titik penjemputan. Berikut adalah contoh percakapan online saya dengan salah satu pengemudi ojol saat saya berada di lokasi yang belum pernah saya datangi:

Ojol: Siang kak, jemputnya sesuai titik ya?
Saya: Iya, Pak... Saya sudah di tkp kok.
Ojol: Ok.. Ditunggu ya..
Saya: Ok.. Saya pakai baju kotak merah,jilbab hitam ya..

Sekian lama menanti, pengemudi tak kunjung tiba.

Ojol: Kak.. Saya sudah di lokasi. Kakak dimana ya?
Saya: Lah ini saya depan pintu masuk minimarketnya kok.
Ojol: Saya juga..
Saya: Nomor polisinya sesuai kan ya?
Ojol: Iya.
Saya: Kok saya juga gak lihat ya, Pak..
Ojol: Eh,, mbak nya di minimarket yang seberang pintu stasiun? Atau yang seberang rel?
Saya: Seberang pintu stasiun.
Ojol: Ooh saya yang di seberang rel. Ditunggu ya mbak.. Saya kesitu sekarang.

Saat telah bertemu..

Ojol: Mbak tadi ketiknya minimarket jalan Perjuangan. Kalau jalan perjuangan itu yang di seberang rel, mbak.
Saya: Owalaaaah.. Saya pikir jalan Perjuangan itu yang depan pintu stasiun.. Maaf ya, mas.. Saya bukan orang sini, jadi kurang paham..

   Dialog perihal saling mencari titik jemput seperti itu pernah terjadi tak hanya sekali dua kali. Dan saya rasa bukan hanya diri ini seorang yang pernah mengalami pengalaman serupa.

Karena itu, saya sangat bersyukur pada Pasal 8 Permenhub No. 12 ini juga mengatur dan mengharuskan pengelola aplikasi untuk membangun shelter-shelter bagi armada ojek online di beberapa titik, utamanya di sekitar lokasi fasilitas publik seperti stasiun atau terminal.



Shelter ini sangat memudahkan saya untuk dapat segera bertemu pengemudi yang akan mengantar ke tempat tujuan. Cukup mencari shelter gabungan ojek online dari beragam pengelola aplikasi, maka saya akan segera bertemu dengan sang pengemudi. Lebih efektif dan efisien.

Adanya shelter ojek online ini juga menjadi solusi bagi keluhan dari para pengemudi ojek pangkalan yang umumnya tidak mengizinkan para pengemudi ojol untuk menjemput penumpang di sekitar area pangkalan mereka. Juga menjadi jawaban bagi keluhan para pengendara mobil pribadi, bahwa para pengemudi ojol kerap parkir kendaraannya di bahu jalan, sehingga menyebabkan kemacetan.

Itulah beberapa kemudahan, keamanan, kenyamanan yang saya rasakan saat menggunakan ojek online. Sebab bagi saya, efek positif berlakunya Permenhub PM No. 12 Tahun 2019 ini cukup terasa dalam kegiatan sehari-hari. Tak hanya aman dan nyaman, di saat harus menitipkan anak-anak saya pada jasa antar ojek online ini, batin saya pun menjadi lebih tenang. Antara lain sebab posisi kendaraan dapat saya pantau melalui telepon genggam.

Peraturan ini pun juga cukup berpihak pada para mitra pengemudi. Terutama terkait dengan aturan kerja yang mengikat para pengemudi ini. Permenhun ini mewajibkan pengelola aplikasi duduk bersama dengan para mitra pengemudi untuk menentukan bersama aturan main di antara mereka. Sehingga pihak pengelola aplikasi juga tidak dapat bersikap sewenang-wenang menentukan aturan dengan sepihak.

   Selain semua itu tentu saja masih banyak hal lain yang diatur dalam Permenhub terkait ojek online ini, info lengkap dapat dilihat di  portal resmi Kementerian Perhubungan.

   Dan meski beberapa pendapat menyebutkan masih ada celah dan kelemahan dari Permenhub PM No. 12 Tahun 2019 ini, namun tak dapat disangkal bahwa ada banyak kisruh dan masalah pula yang telah tertangani dengan baik berkat keluarnya aturan ini.

Jadi, mari kita dukung dan nantikan inovasi-inovasi kebijakan apa lagi yang akan dipikirkan dan diberlakukan oleh Kementerian Perhubungan demi mengurai kusutnya benang permasalahan transportasi umum di negara ini. Dengan terpilihnya kembali Bapak Budi Karya Sumadi menjadi Menteri Perhubungan untuk lima tahun mendatang (Klik disini), rasanya tak sabar untuk menanti gebrakan lain yang akan segera dirilis.

Maju terus transportasi umum Indonesia.











Load disqus comments

0 komentar

Designed By Risa Hananti. Diberdayakan oleh Blogger.