Minggu, 09 Oktober 2022

Ayo Dukung Edukasi dan Optimalisasi Wakaf

Akhir pekan lalu saya berkesempatan menghadiri sejenak Rapat Kerja Forum Jurnalis Wakaf Indonesia dan mendengarkan tumpah ruah ilmu tentang wakaf dari para narasumber yang sangat mumpuni. 

Wakaf sebagai dana umat memang tak sepopuler zakat, infak atau sedekah. Selama ini stigma yang melekat di benak masyarakat adalah bahwa zakat merupakan kewajiban setiap muslim, infak dan sedekah sunnah namun masih dapat diupayakan untuk diamalkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Sementara wakaf, seolah hanya dapat dilaksanakan oleh mereka yang sudah memiliki banyak aset sebagai kaum aghniya. 

Wakaf yang umum dan populer dilaksanakan selama ini pun masih seputar aset mengendap 3M (makam, madrasah dan mesjid). Padahal menurut Ketua MUI, M. Cholil Nafis, "Wakaf idealnya adalah aset produktif yang menghasilkan." Artinya bahwa aset likuid pun ternyata dapat diwakafkan. 

Menurut Adi Warman Karim, Komisaris Utama BSI, "Tak perlu menunggu jadi orang kaya untuk bisa berwakaf."
Pernyataan-pernyataan tersebut tentu belum akrab terdengar di masyarakat perihal wakaf. Oleh sebab itu Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan perlunya edukasi dan literasi wakaf bagi masyarakat agar dapat memahami secara utuh segala hal tentang wakaf. 

Dalam pembukaan Rapat Kerja perdana Forum Jurnalis Wakaf Indonesia (Forjukafi),  Wahyu Muryadi, Ketua Umum Forjukafi menyebutkan, "Potensi wakaf dapat menjadi instrumen ekonomi yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat, bukan hanya untuk kaum muslim saja, sebab ternyata pemanfaatan wakaf pun dapat diperuntukkan untuk umat agama apa pun."

"Untuk itulah Forjukafi didirikan, sebagai upaya edukasi dan literasi wakaf bagi umat. Forjukafi adalah kumpulan jurnalis yang peduli pada isu pemanfaatan/optimalisasi wakaf. Wakaf selama ini adalah isu yang kalah populer dari isu zakat,  infak, sedekah maupun donasi. Padahal potensi wakaf tak kalah besar dibanding zakat, infak, sedekah dan donasi."

Bagi masyarakat umum, wakaf memang belum menjadi peluang penguatan ekonomi yang menarik perhatian. Sehingga meskipun raihan wakaf makin meningkat dari tahun ke tahun, namun masih tergolong rendah dibandingkan sektor zakat atau infak. Karena itu perlu ditingkatkan upaya literasi dan pemahaman tentang wakaf bagi masyarakat. 
Dalam acara yang dibuka oleh Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo ini, saya mendapat informasi perihal beberapa fakta menarik tentang wakaf yang belum banyak diketahui antara lain, konsep wakaf tidak hanya aset tidak bergerak, namun juga aset cair berupa uang. Hal ini tentunya perlu diedukasi pada masyarakat. Peruntukan penggunaan wakaf juga ternnyata tak hanya untuk keperluan ibadah atau tempat ibadah, tapi juga untuk pendidikan, kesehatan dan sosial. 

Pelayanan manajemen wakaf juga perlu transparan dan akuntabel pada masyarakat. Perlu juga dibentuk lembaga kelola wakaf yang terpercaya. Sosialisasi pemberitaan dan informasi tentang wakaf juga perlu ditingkatkan agar wakaf semakin akrab serta diketahui oleh masyarakat. Sementara itu, menurut Asro Kamal Rokan (Mantan Pemred LKBN) dalam kesempatan yang sama, "Kesuksesan kelola wakaf sebetulnya sudah banyak cerita. Hanya saja yang lebih banyak tersorot adalah berita kegagalan kelola wakaf."

Sukses dan gagalnya pengelolaan wakaf ini tentu tak lepas dari peran seorang nadzir dalam mengemban amanat untuk mengelola aset atau dana wakaf. Sehingga menurut Imam Teguh Saptono, pengurus BWI (Badan Wakaf Indonesia) profesionalitas seorang nadzir menjadi syarat mutlak bagi optimalisasi wakaf. 
Syarat menjadi nadzir, antara lain:
1. Punya data aset wakaf
2. Memiliki literasi tentang wakaf yang mumpuni. 
3. Memiliki jejaring/networking agar aset wakaf dapat makin berkembang.

Imam juga menyampaikan perkembangan pola dan peran nadzir dalam pengelolaan wakaf, "Nadzir zaman dulu berpola:
Kumpulkan aset wakaf lalu langsung mencari penerima wakaf untuk menerima sumbangan wakaf. Sedangkan Nadzir wakaf pola kekinian adalah kumpulkan aset wakaf kemudian kembangkan aset tersebut, baru mencari penerima sumbangan wakaf."
Masih kata Imam, perkara transparansi pengelolaan dana wakaf juga perlu mendapat perhatian penting agar kepercayaan masyarakat kepada lembaga pengelola wakaf terjaga bahkan meningkat. "Indonesia belum memiliki Indonesia Philantrophy Watch, atau badan pemantau check and balance terhadap badan pengelolaan dana umat. Sebagai contoh terjadinya kasus ACT membuktikan bahwa badan pengawas terhadap lembaga-lembaga penghimpun dana umat sudah menjadi kebutuhan. Sama seperti dunia perbankan yang memiliki badan pengawas."

Hal-hal tersebut di atas menjadi beberapa poin tentang wakaf yang perlu disosialisasikan serta diedukasikan pada  khalayak umum. Forjukafi berniat mengambil peran penting edukasi dan literasi wakaf ini agar masyarakat makin melek wakaf. Sebagai warga masyarakat, saya pribadi menyambut baik langkah dan gebrakan Forjukafi ini. Bila perlu Forjukasi mengadakan pelatihan mini wakaf  bagi berbagai lapisan masyarakat, misalnya untuk para ibu rumah tangga, mahasiswa bahkan remaja. 

Bagi emak-emak visioner dengan tujuan hidup masa depan akhirat (bukan hanya masa depan duniawi), melirik wakaf sebagai salah satu sarana ibadah mungkin bisa menjadi pertimbangan yang layak dipikirkan. Ohya bagi para emak yang sudah melirik wakaf sebagai investasi akhirat, bisa juga menyalurkan wakafnya pada lembaga Jala Surga yang berkomitmen serius dan amanah untuk mengelola aset serta dana wakaf umat. 
Load disqus comments

0 komentar

Designed By Risa Hananti. Diberdayakan oleh Blogger.