Senin, 16 Desember 2019

Berbagi Bahagia Bersama AirAsia di Yogyakarta


Semua bermula ketika di awal April 2019 yang lalu saya dihubungi oleh Mbak Nesri, salah satu panitia penyelenggara Konferensi Ibu Profesional, yang memberi kabar bahwa tulisan berjudul "Ask to Solve Sebagai Kegiatan Keluarga" yang saya ikusertakan dalam ajang Call for Paper Konferensi Ibu Profesional ternyata terpilih untuk ditampilkan dalam konferensi tersebut.

Singkat kata, saya diundang untuk menjadi salah satu narasumber yang akan menyampaikan materi dalam bentuk workshop pada Konferensi Ibu Profesional yang berlangsung selama 3 hari, 16-18 Agustus 2019 di Sahid Jaya Hotel, Yogyakarta.

Respon spontan saya saat itu adalah, terkejut, bahagia, tak mampu berkata, serta bangga. Bagaimana tidak, kegiatan ini tarafnya internasional loh. Dengan para narasumber kualitas bintang lima, serta ratusan peserta dari seluruh nusantara dan beberapa negara tetangga dekat seperti Malaysia, Singapur bahkan India. Tak hanya dalam wujud offline, gelaran ini juga disiarkan langsung melalui teleconference ke puluhan negara di lima benua.

Melihat daftar para narasumber inspiratif dan paten saja sudah cukup membuat saya merinding membayangkan akan berada satu panggung dan bertemu langsung dengan mereka.



Ada Ibu Tri Mumpuni, sang pejuang listrik pedesaan yang bahkan sudah pernah menerima penghargaan internasional dari Pangeran Charles (Inggris) dan Barack Obama (USA). Lalu ada Ustadz Salim A Fillah beserta tim keren Mesjid Jogokariyan. Ada pasutri teladan, Ibu Septi Peni Wulandari dan Bapak Dodik Mariyanto. Serta Sumitra Pashupathy dari Ashoka Foundation yang jauh-jauh datang dari India.

Jadi, saat Mbak Nesri menanyakan kesediaan saya untuk berbagi materi workshop Ask To Solve untuk para peserta konferensi ini, maka tanpa pikir panjang saya langsung menyanggupi saat itu juga.

Selepas itu, sepanjang bulan April hingga Juli, terjalin beberapa kali kontak antara saya dengan tim panitia. Kebanyakan untum persiapan alat dan bahan sebagai penunjang materi workshop yang akan saya bawakan nantinya. Dan menurut jadwal, saya akan tampil di tanggal 17 Agustus 2019. Namun tak pernah dibahas sedikit pun tentang teknis keberangkatan kami, para narasumber ke tempat lokasi di Yogyakarta.



Hingga di saat putaran hari memasuki awal bulan Juli 2019, saya baru teringat belum mengkonfirmasi perihal tiket perjalanan, akomodasi dan sebagainya. Dan ketika saya tanyakan kepada pihak panitia, ternyata panitia tidak melakukan pembelian tiket bagi para narasumber. Dengan tujuan agar kami dapat lebih fleksibel mengatur jadwal keberangkatan di tengah kesibukan masing-masing. Dan penggantian biaya tiket akan diurus setelahnya.

Saya pun langsung kelabakan. Karena sudah mendekati Hari H. Dan terlebih karena saya saat itu kebetulan baru saja pindah tempat mengajar ke salah satu sekolah negeri sebagai tenaga pengajar honorer yang terima gaji per tiga bulan. Dengan kata lain, di bulan Juli dan Agustus itu gaji belum akan saya terima, baru di bulan September saya akan menerima gaji pertama yang dirapel 3 bulan.

Intinya adalah, dana yang saya miliki sangat terbatas. Saat itu saya langsung hunting tiket kereta api. Karena saya berasumsi bahwa tiket kereta api akan lebih terjangkau harganya dibandingkan tiket pesawat.

 Ternyata tiket kereta api hanya dapat dipesan maksimal 30 hari sebelum tanggal keberangkatan. Artinya, jika saya berencana untuk melakukan perjalanan di tanggal 16 Agustus, maka saya baru dapat memesan tiket pada tanggal 17 Juli 2019.

Saya pun dengan sabar menunggu hari bergulir menuju tanggal 17 Juli 2019 untuk dapat melakukan pemesanan tiket kereta api. Namun apa daya, di pagi hari sebelum pukul 10.00 tanggal 17 Juli 2019 semua tiket kereta yang jadwal jam keberangkatannya memungkinkan untuk saya ikuti ternyata sudah habis dipesan.

Masih ada beberapa tiket tersedia, tetapi waktu keberangkatannya tak memungkinkan untuk saya. Karena di pagi hari saya masih harus menunaikan kewajiban sebagai guru di sekolah tempat saya mengabdi, maka saya hanya dapat memesan tiket dengan jam keberangkatan sore atau malam hari.

Saat itu juga saya mulai berburu dan mencari informasi harga tiket bus malam menuju Yogyakarta, beserta lama durasi perjalanan dari Jakarta. Rupanya dari beberapa informasi yang saya dapat, perjalanan dengan cenderung sulit diprediksi durasi waktunya. Karena melalui jalan raya darat yang rentan kondisi macet tak terduga.

Selama beberapa hari berusaha memikirkan solusi keberangkatan ke Yogyakarta. Sempat terlintas untuk meminjam uang dalam rangka membeli tiket pesawat. Atau mengundurkan diri dari acara tersebut.

Lalu di tengah rasa putus asa, iseng mencoba cek harga tiket pesawat Air Asia DISINI. Dan mata saya langsung berbinar karena ternyata harga tiket Air Asia tujuan Yogyakarta hanya selisih seratus ribu saja dari harga tiket kereta api dengan kota tujuan yang sama. Tanpa pikir panjang saya pun segera melakukan pemesanan tiket untuk keberangkatan di tanggal 16 Agustus 2019 siang hari.

Sangat mudah memesan tiket Air Asia secara online. Hati menjadi tenang menanti hari keberangkatan. Dan yang tak saya duga, sehari sebelum keberangkatan, saya mendapat surat elektronik yang mengingatkan bahwa saya memiliki jadwal terbang bersama Air Asia esok harinya. Waaah ini layanan yang keren sangat menurut saya. Sebab baru kali ini saya mendapat email pengingat seperti ini.


Di tanggal 16 Agustus 2019 setelah Dhuhur saya menuju Bandara Soekarno Hatta menggunakan taksi online. Langsung menuju terminal keberangkatan, melakukan check in dan sesuai permintaan saya, mendapatkan seat di deret tepi lorong pesawat. Sengaja meminta tempat duduk pinggir, bukan dekat jendela seperti kebanyakan penumpang. Sebab saya cenderung sering bolak-balik ke kamar mandi hehe..

Pesawat lepas landas tepat waktu sesuai jam keberangkatan, alhamdulillah tidak ada penundaan jadwal berangkat. Sehingga tiba di Bandara Adi Sutjipto pun tepat waktu sesuai jadwal. Saya pun langsung menuju Sahid Jaya Hotel menggunakan ojek online, yang ternyata jaraknya tak jauh dari bandara.

Sumitra Pasuphaty dari Ashoka Foundation, India

Pembukaan acara konferensi sebenarnya sudah berlangsung sejak selepas waktu Dhuhur, jadi dengan terpaksa saya melewatkan sesi pembuka. Tapi tak mengapa, sebab masih banyak agenda berharga lain yang dapat saya ikuti.
Saya masuk ke ballroom hotel, tepat saat Sumitra Pasuphaty dari India menyampaikan materi tentang perempuan dan ibu sebagai agen perubahan di lingkungannya masing-masing.

Sesi malam berlanjut dengan materi Pergerakan Perempuan dan Ibu dari Ibu Septi Peni Wulandani sebagai pendiri Institut Ibu Profesional (IIP). Antara lain berkisah tentang sejarah berdirinya yang di mulai dari kegiatan belajar di depan cermin, hingga kini memiliki lebih dari 25.000 orang anggota tersebar di berbagai negara.

Ibu Septi Peni, Founder Institut Ibu Profesional

Pada Jumat malam, setelah sesi Bu Septi, saya berkesempatan bersua sahabat lama yang telah sekian tahun lamanya tak berjumpa. Kami berkeliling Yogyakarta di malam hari. Menikmati gelato hits di Yogya, juga suasana malam Malioboro yang ramai namun menenangkan.





Pada tanggal 17 Agustus 2019, selama sehari penuh dari pagi hingga malam kami, para peserta dan narasumber disuguhi berbagai materi padat gizi dan berisi. Materi tentang zero waste dan bank sampah disampaikan oleh Mbak Efi Femiliyah dari Jakarta. Kisah pembinaan UMKM skala kecil di Lampung oleh keluarga Mbak Puspa Fajar. Bagaimana cara menyusun menu belajar anak di rumah dipersembahkan oleh Mbak Restu dari Banten.

Ada pula materi pengembangan metode komunitas sebagai pencegah depresi pada Ibu yang merupakan hasil penelitian Mbak Elsy dari Yogyakarta. Masih ada materi kampanye anti bully di sekolah yang dimotori oleh para Ibu Profesional di Semarang.

Tak lupa salah satu materi yang sangat saya nantikan yaitu, pengelolaan Mesjid Jogokariyan, Yogyakarta dengan konsep saldo nol kotak infak. Bagaimana para pengurus mesjid memiliki data yang akurat tentang warga di sekitar mesjid, sehingga mesjid menjadi pusat kegiatan hampir seluruh lini kehidupan. Tak hanya sisi reliji, tapi juga menyentuh aspek budaya hingga ekonomi warga sekitar yang terbantu karena dukungan para pengurus mesjid.

Salah satu peta data statistik Mesjid Jogokariyan. Warna yang berbeda melambangkan kondisi tingkat aktivitas warga ke mesjid, kondisi tingkat ekonomi warga dll. Sehingga pihak pengirus mesjid memahami, mana warga yang perlu bimbingan rohani lebih intens, dan warga mana yang perlu didukung perekonomiannya.


Sesi pelatihan saya terjadwal di sore hari. Saya awalnya sempat pesimis, ada kekhawatiran jika para peserta sudah lelah, atau mengantuk karena sehari penuh mengikuti beragam sesi pemaparan dari berbagai narasumber. Ternyata kekhawatiran saya tak terjadi. Seluruh ibu pembelajar ini tetap terlihat antusias dan bersemangat mengikuti sesi pelatihan Ask To Solve.

Dan di akhir sesi, banyak peserta yang menghampiri, untuk bertanya lebih lanjut tentang metode Ask To Solve yang saya kembangkan beberapa tahun terakhir ini. Dua orang dosen di Yogyakarta bahkan menyarankan agar saya mengajukan hak paten atas metode belajar yang awalnya saya rancang dan kembangkan untuk anak-anak di rumah ini. Terharu rasanya melihat antusias dan respon peserta.

Beberapa kali diminta menjadi narasumber atau fasilitator, tapi baru kali ini sesi pelatihan saya disiarkan langsung ke lima benua melalui teleconference



Selama 3 hari di Yogyakarta, saya mendapat beragam kesempatan dan pengalaman berharga. Mendapat teman dan saudara baru dari penjuru negeri. Berkesempatan beramal jariyah dengan berbagi ilmu dan kebahagiaan. Juga mendapat berbagai ilmu baru dari para narasumber lain.

Semua itu tak mungkin menjadi rekam jejak hidup saya jika saat itu saya tidak menemukan tiket pesawat semurah harga tiket Air Asia. Sungguh, momen Berbagi Bahagia Bersama AirAsia di Yogyakarta bulan Agustus lalu akan selamanya menjadi pengalaman berharga bagi saya. Tak hanya itu, portofolio saya sebagai seorang fasilitator pendidikan keluarga pun bertambah, dan menjadi catatan positif dalam histori jam terbang saya secara profesional.
Terimakasih sangat pada Air Asia yang telah memberikan pengalaman terbang yang aman, nyaman, serta murah tapi tidak murahan dalam kualitas.

#BahagiaBersamaAirAsia

Load disqus comments

0 komentar

Designed By Risa Hananti. Diberdayakan oleh Blogger.